Teman: "Yusi udah punya investasi apa aja?"
Saya: "Kalo yang gede-gede belum ada, sih. Cuma ikut beberapa asuransi dan modal tabungan aja. Lagian kan masih single juga."
Teman: "Tapi, kan, kalo cuma ngandelin tabungan aja, ga cukup buat masa depan. Bisa-bisa buat biaya nikah aja udah habis duluan. Dan untuk status single, emangnya Yusi ga mau nikah, ga mau punya anak?"
Saya: "Nnnggg,,, emang belom kepikiran aja, sih..." *kehabisan kata-kata*
Teman: "Kalo aku sih... bla.. bla.. bla.."
***
Percakapan itu bukan satu-satunya percakapan di antara saya dan rekan yang membahas soal investasi. Lately, saya juga sering ngobrol ringan dengan beberapa rekan kerja soal investasi ini, tentang bagaimana sebaiknya kita memulai untuk berinvestasi sedini mungkin.
Sebenarnya saya awam untuk urusan ini, tetapi yang saya tangkap adalah, bagaimana mengatur dan memanfaatkan penghasilan sebaik mungkin agar kehidupan di masa mendatang bisa lebih terjamin.
Saya masih single dengan status tidak ada tanggungan. Dengan penghasilan per bulan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, belum pernah timbul kekhawatiran bahwa saya akan menderita kekurangan. Pengeluaran terbesar saya saat ini adalah untuk jalan-jalan, sisanya benar-benar untuk kebutuhan primer + sekunder, dan hanya beberapa kebutuhan tersier. Tetapi tetap saja, nominal yang tertera di buku tabungan saya kurang menggairahkan apabila dibandingkan dengan akumulasi pendapatan selama ini.
Makin ke sini, seiring dengan makin terbukanya wawasan saya soal penataan keuangan untuk hidup yang lebih terjamin di masa depan, barulah saya merasa sangat kekurangan bekal untuk masa depan saya. Penghasilan yang masuk ke rekening per bulan seringkali hanya bisa saya tabung sepersekian bagian. Kalo ga ikut asuransi, rasanya simpanan tabungan saya akan jauh lebih minim.
Dulu, sewaktu kecil, saya pinter nabung. Dikasih duit jajan, hampir selalu saya tabung atau kalaupun saya jajanin, ga lebih dari setengahnya. Bahkan beberapa kali saya 'nyari penghasilan' dengan membuat semacam kuis-kuis berhadiah, narik 'uang pendaftaran' dan berhadiah 'barang-barang hadiah ulang tahun saya' yang mana di jaman itu kebanyakan seperti buku, pensil, dan pernak-pernik alat tulis yang lain yang kalo sekali ulang tahun dapetnya bejibun banget. Mau dijual kok asa perhitungan banget, jadinya prosesnya 'dimanipulasi' sedikit, hehe.. Animo teman-teman pun luar biasa sehingga saya ketagihan, hehe.. Selain itu juga saya pernah bikin permen asem-manis yang di jaman kecil saya dulu jarang ada yang ngejual tapi banyak temen yang doyan, trus dijual ke temen-temen.. Pernah juga saya bikin notes imut, pembatas buku, dan kerajinan-kerajinan kecil lainnya yang banyak diminati oleh teman-teman saya. Hasil dari sekian usaha saya itu selalu saya masukkan tabungan dan kalo ada keperluan, jarang minta ke orangtua tapi beli pake uang sendiri. Tapiii... itu dulu..
Sekarang, dengan penghasilan yang terhitung mencukupi, kok malah tabungan segitu-gitu aja, ga punya investasi, ya gitu-gitu aja. Selama ini orang tua yang selalu ngingetin, daripada cuma disimpen aja uangnya (dan kemungkinan besar kepake buat hal-hal yang ga penting), alangkah lebih baik kalo dipergunakan untuk investasi, misalnya beli apartemen atau beli kendaraan atau bla bla bla. Ini malah orangtua saya yang keukeuh untuk meminjami modal biar niatan itu terlaksana. Mulia sekali, ya, niatnya..
Ahh.. Makin dibahas makin muncul niatan untuk benar-benar mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya. Ga ada kata terlambat untuk memulai suatu niatan yang baik. Semoga saja wacana ini ga hanya mengendap (lagi) dan bisa segera terealisasikan dengan penuh barokah. Amiinn ya robbal alamiinn..
Saya masih single dengan status tidak ada tanggungan. Dengan penghasilan per bulan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, belum pernah timbul kekhawatiran bahwa saya akan menderita kekurangan. Pengeluaran terbesar saya saat ini adalah untuk jalan-jalan, sisanya benar-benar untuk kebutuhan primer + sekunder, dan hanya beberapa kebutuhan tersier. Tetapi tetap saja, nominal yang tertera di buku tabungan saya kurang menggairahkan apabila dibandingkan dengan akumulasi pendapatan selama ini.
Makin ke sini, seiring dengan makin terbukanya wawasan saya soal penataan keuangan untuk hidup yang lebih terjamin di masa depan, barulah saya merasa sangat kekurangan bekal untuk masa depan saya. Penghasilan yang masuk ke rekening per bulan seringkali hanya bisa saya tabung sepersekian bagian. Kalo ga ikut asuransi, rasanya simpanan tabungan saya akan jauh lebih minim.
Dulu, sewaktu kecil, saya pinter nabung. Dikasih duit jajan, hampir selalu saya tabung atau kalaupun saya jajanin, ga lebih dari setengahnya. Bahkan beberapa kali saya 'nyari penghasilan' dengan membuat semacam kuis-kuis berhadiah, narik 'uang pendaftaran' dan berhadiah 'barang-barang hadiah ulang tahun saya' yang mana di jaman itu kebanyakan seperti buku, pensil, dan pernak-pernik alat tulis yang lain yang kalo sekali ulang tahun dapetnya bejibun banget. Mau dijual kok asa perhitungan banget, jadinya prosesnya 'dimanipulasi' sedikit, hehe.. Animo teman-teman pun luar biasa sehingga saya ketagihan, hehe.. Selain itu juga saya pernah bikin permen asem-manis yang di jaman kecil saya dulu jarang ada yang ngejual tapi banyak temen yang doyan, trus dijual ke temen-temen.. Pernah juga saya bikin notes imut, pembatas buku, dan kerajinan-kerajinan kecil lainnya yang banyak diminati oleh teman-teman saya. Hasil dari sekian usaha saya itu selalu saya masukkan tabungan dan kalo ada keperluan, jarang minta ke orangtua tapi beli pake uang sendiri. Tapiii... itu dulu..
Sekarang, dengan penghasilan yang terhitung mencukupi, kok malah tabungan segitu-gitu aja, ga punya investasi, ya gitu-gitu aja. Selama ini orang tua yang selalu ngingetin, daripada cuma disimpen aja uangnya (dan kemungkinan besar kepake buat hal-hal yang ga penting), alangkah lebih baik kalo dipergunakan untuk investasi, misalnya beli apartemen atau beli kendaraan atau bla bla bla. Ini malah orangtua saya yang keukeuh untuk meminjami modal biar niatan itu terlaksana. Mulia sekali, ya, niatnya..
Ahh.. Makin dibahas makin muncul niatan untuk benar-benar mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya. Ga ada kata terlambat untuk memulai suatu niatan yang baik. Semoga saja wacana ini ga hanya mengendap (lagi) dan bisa segera terealisasikan dengan penuh barokah. Amiinn ya robbal alamiinn..