Alhamdulillah, sudah beres puasa ke-21. Sampai saat ini, kegiatan berpuasa masih lancar jaya. Godaan paling berat itu justru ada di waktu weekend. Begadang ampe larut malam walhasil ga bangun sahur. Bangun buat subuh bentar, lanjut tidur lagi sampai masuk waktu Dzuhur. Biasanya walo ga mandi, asalkan udah wudhu, pasti jadi seger dan susah mau tidur lagi. Waktu-waktu segitulah dimana sangat kritis saya rasakan. Perut keroncongan gara-gara ga sahur dan karena ga ada kerjaan berarti, lapernya jadi lebih berasa. Ah, bener-bener ga enak banget kalo puasa lagi ga ada kerjaan.
Beda kalo lagi ngantor, tau-tau udah masuk waktu Dzuhur. Tau-tau lagi udah jam pulang kantor. Dan dari jam pulang kantor ke Maghrib rasanya cepet aja berlalu, sesekali merapikan kerjaan diselingi berselancar di dunia maya, hehe..
Cukup sekian intermezzonya. Kali ini saya mau cerita soal cinta :) Cerita ini berdasarkan kisah nyata sahabat-sahabat saya. Biasanya kan kita dapet pelajaran yang bener-bener berarti itu, kalo ga kita yang ngalamin sendiri, mungkin orang-orang terdekat kita. Karena kalopun yang mengalami itu bukan kita langsung, tapi tetep aja kita terkena efeknya, yaaa, jadi temen curhat lah, mediator lah, you name it :p
Beberapa waktu yang lalu sepasang sahabat saya bermasalah dengan kisah cinta mereka, sebut saja A (cowo) dan M (cewe). Karena saya jadi saksi dari awal mereka deket, jadinya cukup paham dengan segala lika-liku kisah mereka. Berawal dari 'kenalan hanya untuk menambah teman' dilanjutkan dengan PDKT gerilya dari A dan berakhir pada kata jadian beberapa minggu kemudian.
Sejak awal jadian, mereka udah menjalani LDR. Tapi mereka sebelumnya emang udah pernah saling kenal, sih, karena menuntut ilmu di institusi yang sama. M bersama saya mengadu nasib di ibukota sementara A mencari segenggam berlian di pulau seberang. Pertama kali mereka ketemu setelah jadian pun, saya dan seorang teman lain menjadi saksi. Agak lucu juga sih, kok jadian dulu baru ketemu. Tapi kalo cupid udah menembakkan panah asmara, apa mau dikata :)
Sekian bulan terlewati, tampaknya hubungan mereka baik-baik aja. Terakhir saya denger kabar, mereka bakal melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. No wonder, walo LDR, tapi komunikasi mereka terjaga dengan baik. Kadang-kadang malah sangat baik, sampai-sampai mungkin kalo dikonversi ke rutinitas minum obat, udah sangat-sangat overdosis. Tapi yah, tipikal orang pacaran kan beda-beda, yah. Mungkin mereka nyaman dengan rutinitas seperti itu.
Sampai suatu ketika, M ngerasa kurang yakin dan memutuskan untuk menenangkan hatinya terlebih dahulu. Dia butuh waktu untuk berfikir dengan jernih, karena apa yang dia jalani dan akan dia putuskan itu menyangkut masa depannya yang harapannya hanya terjadi sekali seumur hidup. Karena kondisinya sedang LDR, jadilah A galau to the max, harap-harap cemas menanti kabar dari sang kekasih yang sedang dalam proses mencari ketenangan batin.
Di saat yang sama, datanglah ujian bagi M dengan hadirnya seorang pria yang memberikan perhatian yang lebih. Seorang teman yang lain, yang juga menjadi saksi kunci dalam kisah cinta mereka, tak henti-hentinya memberikan masukan bahwa mungkin saja kehadiran pria lain ini bukanlah petunjuk, melainkan ujian. Cukup lama waktu yang dibutuhkan oleh M untuk benar-benar memantapkan hatinya bahwa memang tak ada yang bisa menggantikan posisi A di hatinya.
Sementara di waktu yang sama, A yang sedang mengalami konflik batin, memutuskan untuk menerima kehadiran wanita lain yang memberikan perhatian pula baginya. Complicated, ya? Bisa ditebak, di saat M memutuskan untuk merengkuh kembali cinta A, A telah terbang menjauh bersama dengan wanita lain. Tragis. Ya, begitulah. Walo bukan saya yang mengalami, tapi bisa saya rasakan, betapa hebatnya guncangan yang dialami oleh M.
Sebenarnya A juga ga sebrengsek itu untuk pergi ninggalin M begitu aja. Akan tetapi, karena ia juga telah melibatkan hati yang lain, ga semudah itu untuk pergi meninggalkan hati yang lain ini, yang mana sebelumnya telah ia sambut dengan hati terbuka. Saya dan beberapa rekan lain berusaha untuk menghibur M dengan kelucuan kami, keceriaan kami, apa yang bisa ditawarkan kepada sahabat yang sedang patah hati lah. Bahkan kami juga sempat mengatur strategi untuk mencarikan pacar baru untuk M, hehe.. Tapi apalah daya, hati M sudah terpaut cukup dalam untuk A.
Semenjak mereka putus, A sepertinya sungkan untuk menghubungi saya, begitupun sebaliknya, saya juga merasa ga perlu berhubungan dengan dia. M, dengan tertatih, bisa belajar untuk mengikhlaskan A. Sempat beberapa kali M masih saja menyinggung-nyinggung soal A, tetapi saya biarkan saja, karena memang yang namanya melupakan kenangan kita bersama orang yang kita cintai itu prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Yang penting, harus tetap realistis bahwa you can't always get what you want.
Singkat cerita, beberapa waktu yang lalu, A menghubungi saya di waktu sahur. Itu pertama kalinya lagi saya ngobrol dengan sahabat saya itu. Akhirnya dia menyadari bahwa (dulu) keputusannya untuk meninggalkan M itu adalah salah satu keputusan terburuk dalam hidupnya. Saya yang sebenernya lagi marah semarah-marahnya dengan sahabat saya ini akhirnya jadi ga tega juga ketika dia mengungkapkan bahwa ia menyadari, M lah yang ia butuhkan, M lah yang ia yakini mampu membahagiakan dia.
Berhubung ceritanya udah kepanjangan, singkat cerita, mereka pada akhirnya bersatu lagi, karena M pun pada dasarnya masih sayang banget sama A. Selama setahun setengah mereka pacaran sebelumnya, jarang sekali saya mendapati kemesraan mereka yang nyata. Tapi begitu balikan, graookk, bikin iri aja, mesra-mesraan di segala media. Timeline twitter, wall fesbuk, semuanya dipenuhi kalimat-kalimat saling ngegombal satu sama lain, huff..
Tapi, yang penting ceritanya happy ending (insya Allah). Saya juga patut bersyukur, sih, ga mesti bangun tengah malam atau pagi buta karena tiba-tiba ditelfon atau meladeni chat salah satu atau kedua dari mereka, ahaha.. Candaaa, hihi..
PS: Makasi yaaa A dan M, udah memperbolehkan saya publish cerita ini hihi..
Tadinya pengen sekalian majang foto kalian tapi pasti tar aku disambit deh, hehe..
Beda kalo lagi ngantor, tau-tau udah masuk waktu Dzuhur. Tau-tau lagi udah jam pulang kantor. Dan dari jam pulang kantor ke Maghrib rasanya cepet aja berlalu, sesekali merapikan kerjaan diselingi berselancar di dunia maya, hehe..
Cukup sekian intermezzonya. Kali ini saya mau cerita soal cinta :) Cerita ini berdasarkan kisah nyata sahabat-sahabat saya. Biasanya kan kita dapet pelajaran yang bener-bener berarti itu, kalo ga kita yang ngalamin sendiri, mungkin orang-orang terdekat kita. Karena kalopun yang mengalami itu bukan kita langsung, tapi tetep aja kita terkena efeknya, yaaa, jadi temen curhat lah, mediator lah, you name it :p
Beberapa waktu yang lalu sepasang sahabat saya bermasalah dengan kisah cinta mereka, sebut saja A (cowo) dan M (cewe). Karena saya jadi saksi dari awal mereka deket, jadinya cukup paham dengan segala lika-liku kisah mereka. Berawal dari 'kenalan hanya untuk menambah teman' dilanjutkan dengan PDKT gerilya dari A dan berakhir pada kata jadian beberapa minggu kemudian.
Sejak awal jadian, mereka udah menjalani LDR. Tapi mereka sebelumnya emang udah pernah saling kenal, sih, karena menuntut ilmu di institusi yang sama. M bersama saya mengadu nasib di ibukota sementara A mencari segenggam berlian di pulau seberang. Pertama kali mereka ketemu setelah jadian pun, saya dan seorang teman lain menjadi saksi. Agak lucu juga sih, kok jadian dulu baru ketemu. Tapi kalo cupid udah menembakkan panah asmara, apa mau dikata :)
Sekian bulan terlewati, tampaknya hubungan mereka baik-baik aja. Terakhir saya denger kabar, mereka bakal melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. No wonder, walo LDR, tapi komunikasi mereka terjaga dengan baik. Kadang-kadang malah sangat baik, sampai-sampai mungkin kalo dikonversi ke rutinitas minum obat, udah sangat-sangat overdosis. Tapi yah, tipikal orang pacaran kan beda-beda, yah. Mungkin mereka nyaman dengan rutinitas seperti itu.
Sampai suatu ketika, M ngerasa kurang yakin dan memutuskan untuk menenangkan hatinya terlebih dahulu. Dia butuh waktu untuk berfikir dengan jernih, karena apa yang dia jalani dan akan dia putuskan itu menyangkut masa depannya yang harapannya hanya terjadi sekali seumur hidup. Karena kondisinya sedang LDR, jadilah A galau to the max, harap-harap cemas menanti kabar dari sang kekasih yang sedang dalam proses mencari ketenangan batin.
Di saat yang sama, datanglah ujian bagi M dengan hadirnya seorang pria yang memberikan perhatian yang lebih. Seorang teman yang lain, yang juga menjadi saksi kunci dalam kisah cinta mereka, tak henti-hentinya memberikan masukan bahwa mungkin saja kehadiran pria lain ini bukanlah petunjuk, melainkan ujian. Cukup lama waktu yang dibutuhkan oleh M untuk benar-benar memantapkan hatinya bahwa memang tak ada yang bisa menggantikan posisi A di hatinya.
Sementara di waktu yang sama, A yang sedang mengalami konflik batin, memutuskan untuk menerima kehadiran wanita lain yang memberikan perhatian pula baginya. Complicated, ya? Bisa ditebak, di saat M memutuskan untuk merengkuh kembali cinta A, A telah terbang menjauh bersama dengan wanita lain. Tragis. Ya, begitulah. Walo bukan saya yang mengalami, tapi bisa saya rasakan, betapa hebatnya guncangan yang dialami oleh M.
Sebenarnya A juga ga sebrengsek itu untuk pergi ninggalin M begitu aja. Akan tetapi, karena ia juga telah melibatkan hati yang lain, ga semudah itu untuk pergi meninggalkan hati yang lain ini, yang mana sebelumnya telah ia sambut dengan hati terbuka. Saya dan beberapa rekan lain berusaha untuk menghibur M dengan kelucuan kami, keceriaan kami, apa yang bisa ditawarkan kepada sahabat yang sedang patah hati lah. Bahkan kami juga sempat mengatur strategi untuk mencarikan pacar baru untuk M, hehe.. Tapi apalah daya, hati M sudah terpaut cukup dalam untuk A.
Semenjak mereka putus, A sepertinya sungkan untuk menghubungi saya, begitupun sebaliknya, saya juga merasa ga perlu berhubungan dengan dia. M, dengan tertatih, bisa belajar untuk mengikhlaskan A. Sempat beberapa kali M masih saja menyinggung-nyinggung soal A, tetapi saya biarkan saja, karena memang yang namanya melupakan kenangan kita bersama orang yang kita cintai itu prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Yang penting, harus tetap realistis bahwa you can't always get what you want.
Singkat cerita, beberapa waktu yang lalu, A menghubungi saya di waktu sahur. Itu pertama kalinya lagi saya ngobrol dengan sahabat saya itu. Akhirnya dia menyadari bahwa (dulu) keputusannya untuk meninggalkan M itu adalah salah satu keputusan terburuk dalam hidupnya. Saya yang sebenernya lagi marah semarah-marahnya dengan sahabat saya ini akhirnya jadi ga tega juga ketika dia mengungkapkan bahwa ia menyadari, M lah yang ia butuhkan, M lah yang ia yakini mampu membahagiakan dia.
Berhubung ceritanya udah kepanjangan, singkat cerita, mereka pada akhirnya bersatu lagi, karena M pun pada dasarnya masih sayang banget sama A. Selama setahun setengah mereka pacaran sebelumnya, jarang sekali saya mendapati kemesraan mereka yang nyata. Tapi begitu balikan, graookk, bikin iri aja, mesra-mesraan di segala media. Timeline twitter, wall fesbuk, semuanya dipenuhi kalimat-kalimat saling ngegombal satu sama lain, huff..
Tapi, yang penting ceritanya happy ending (insya Allah). Saya juga patut bersyukur, sih, ga mesti bangun tengah malam atau pagi buta karena tiba-tiba ditelfon atau meladeni chat salah satu atau kedua dari mereka, ahaha.. Candaaa, hihi..
PS: Makasi yaaa A dan M, udah memperbolehkan saya publish cerita ini hihi..
Tadinya pengen sekalian majang foto kalian tapi pasti tar aku disambit deh, hehe..