Sunday, September 19, 2010

Tuhan, Aku Ingin...

Selama beberapa waktu belakangan ini, saya sering banget terlibat dalam pembicaraan soal rencana masa depan. Saya mendengarkan cerita mereka dengan seksama, bagaimana dengan bersemangatnya mereka mempersiapkan target jangka pendek dan bahkan jangka panjang. Sahabat saya si A awal tahun depan akan melanjutkan studi S2 nya. Hal ini sudah ia persiapkan dengan matang bahkan sejak kami belum lulus S1. Padahal kami berdua berencana akan melanjutkan studi bareng, di tempat yang kami impikan. Tetapi, ternyata perencanaannya lebih matang sehingga saya harus mengalah, membiarkan ia lebih dahulu meraih cita-citanya. Dengan semangatmu yang seperti itu, aku yakin kawan, kau akan mendulang kesuksesan yang luar biasa. Amiinn..

Kemudian, sahabat saya yang lain, si B, dalam beberapa bulan ke depan akan menikah dengan belahan jiwanya. Padahal setahu saya, ia baru berpacaran kurang dari setengah tahun dengan pria yang ia yakini sebagai belahan jiwanya itu, setelah sebelumnya putus dengan kekasihnya yang telah ia pacari selama 5 tahun. Saya tanya, apakah ia yakin dengan keputusannya itu, dan bagaimana ia mendapat keyakinan bahwa pria itulah yang ditakdirkan Tuhan untuk menemaninya sepanjang usia. Ia hanya menjawab dengan singkat, "Jawaban untuk pertanyaan seperti itu bukan untuk dicari tapi dirasakan. Sejak pertama kali aku dekat dengan dia, aku tau, dialah pria yang aku inginkan untuk menjagaku seumur hidupku". Well, saya seperti membaca novel melihat kisah mereka. But that's life, ceritanya bisa terjadi seperti drama yang diangkat dari sebuah novel.

Si C sedang giat-giatnya melebarkan usaha-usahanya untuk membangun rumah yang ingin ia hadiahkan untuk orangtuanya. Menurut dia, awalnya bahkan ia hanya bermodal nekat, membeli tanah kemudian membangun rumah yang walau pengerjaannya cukup lama karena tersendat masalah biaya, tapi Alhamdulillah dengan niat yang tulus, ada saja rejeki yang ia dapat untuk menuntaskan 'proyek'nya itu. Pesannya, "Percaya aja kalo rejeki itu udah ada yang ngatur. Gimana-gimananya sih tinggal kita aja yang mau berusaha apa nggak untuk menjemput rejeki itu".

Teman saya yang lain, Si D akan mengambil cuti selama beberapa minggu untuk travelling keliling Indonesia. Dulu, kami pernah berjanji bahwa suatu saat, ketika kami udah punya penghasilan sendiri, hal pertama yang ingin kami lakukan adalah keliling Indonesia, menikmati wisata indah negeri sendiri, menyatu dengan alam, dll, dsb. Ah, it's just not my time. Berlarilah ke puncak gunung impianmu, kawan. Bawakan aku pemandangan terbaik yang bisa kau ambil dari sana.

Kalo melihat orang lain dengan segudang cita-cita dan impian yang disertai dengan semangat yang tinggi untuk merealisasikan impian itu, rasanya sangat iri sekali. Ada kalanya saya juga seperti itu, segenap hati dan pemikiran dipenuhi cita-cita, target, resolusi, dan impian yang ingin saya rengkuh dan semangat berapi-api untuk mewujudkan. Akan tetapi, ada pula masanya dimana saya hanya [bisa] duduk terdiam memandangi orang lain mengejar cita-cita mereka tanpa bisa mengejar, berlari bersisian bersama.

Tuhan, aku punya begitu banyak rencana yang ingin kurangkai untuk masa depanku. Tolong, tunjukkan jalan terbaik yang telah Kau rencanakan untukku.

Friday, September 17, 2010

Target.

Tiba-tiba saja keinginan saya untuk melanjutkan sekolah muncul lagi. Bukan, bukan karna latah ngikut temen-temen yang udah duluan [well, ada kontribusinya juga sih sebenernya, at least sebagai penambah semangat :p]. Selain itu, dorongan dari orangtua saya luar bisa besarnya. Mereka sangat mendukung bahkan lebih antusias dibandingkan saya sendiri. Tapi, dari diri saya sendiri memang sudah lama punya keinginan besar untuk kuliah lagi.

Selepas S1 dulu, saya sempat bilang kalo ga akan lagi mau yang namanya kuliah. Trauma mendalam akibat TA. Tapi, seiring berjalannya waktu, pikiran saya berubah drastis. Semakin saya mendalami kerjaan saya sekarang, semakin saya jatuh cinta dan semakin saya ingin lebih paham. I do love my job meski kadang-kadang ga saya pungkiri kalo muncul kejenuhan dan kebingungan. Saya pengen jadi orang yang ahli, master, spesialis di bidang yang saya geluti saat ini. Semoga saja ada jalan ke depannya, amiinn ya robbal alamiinn..

Thursday, September 16, 2010

Dompet saya [hampir] hilang

Dompet saya hampir hilang. Hal ini sudah kedua kalinya terjadi tapi baru kali ini saya tidak menyadari bahwa dompet kusam itu tidak sedang berada pada saya.

Kronologisnya seperti ini :
Di jam makan siang saya turun ke lobi bawah, ke suatu tempat, dan kemudian sholat di masjid bawah. Sampai kembali ke kubikel, saya ga menyadari kalo saya sedang kehilangan sesuatu. Di saat saya sedang asyik bekerja, tiba-tiba ada telfon masuk dari nomer tak dikenal. Saya angkat dan nanya siapa dan apa keperluannya. Tapi yang saya dengar di ujung telfon sana, seperti sekumpulan pria yang sedang bercanda, dan salah satu dari mereka jelas berkata "aduh, grogi nih, yang ngangkat cewe... bla bla bla". Saya udah ga berminat mendengar kelanjutannya, dan komunikasi saya putus. Dua kali nomer tersebut berusaha menghubungi saya lagi. Dalam pikiran saya, ini pasti kerjaan orang iseng. Dan untuk soal itu, hell no, saya ga punya waktu. Akhirnya saya tekankan dengan mengirim SMS ke nomer itu, dengan menulis "maaf, kalo ingin iseng, Anda salah alamat". Ga lama kemudian ada balasan dan doeenng, guess what, isinya kurang lebih meminta maaf udah ngeganggu saya dan bertanya apakah saya orang yang dimaksud, yang dompetnya ia temukan. Sempat linglung selama beberapa saat, barulah saya ingat, kalo saya kembali ke ruangan kantor tanpa menenteng dompet. Shock, panik, dan gemetar. Langsung tanpa ba bi bu saya telfon balik orang itu dan meminta maaf atas kelakuan saya yang tidak ramah. Setelah janjian untuk ketemuan di masjid, saya langsung ngacir. Sesampainya di sana, orang yang dimaksud sedang bersiap-siap untuk Dzuhur. Dia hanya berkata dengan singkat bahwa insya Allah tidak ada satu pun yang hilang selama ada padanya dan dia hanya mengecek kartu-kartu saya untuk mencari identitas dan nomer telfon saya.

Well, speechless, saya cuma bisa diam mematung dan menghaturkan ucapan terima kasih. Alhamdulillah, dompet saya berada di tangan yang aman. Alhamdulillah, masih ada orang jujur di jaman serba susah seperti sekarang ini. Alhamdulillah.

Terima kasih mas Saroni, Anda sungguh baik sekali.
Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang berlipat ganda buat Anda.
Amiinn ya robbal alamiinn..

Wednesday, September 15, 2010

Another Resolutions? Humm..

Dulunya saya ini tipikal orang yang terstruktur dan terorganisasi dengan baik, hampir di semua aspek, bahkan soal hati. Tapi makin tua umur saya, yang seharusnya better, yang saya rasain malah kebalikannya. Kalo inget jaman dulu, pengen lagi merasakan masa-masa itu. Pengalaman saya sewaktu 'muda' dulu malah lebih banyak yang berkesan. Saya pernah jadi ketua Pramuka, ketua PMR, calon ketua OSIS tapi akhirnya gagal sih, dan cukup puas dengan jabatan sebagai sekretaris saja. Jabatan ketua kelas 3 tahun berturut-turut saya pegang. Tapi sekarang, seiring dengan lunturnya habit saya yang well-organized itu, makin sedikit yang bisa saya banggakan. Gimana mau mengorganisasi orang kalo diri sendiri aja ga terorganisir dengan baik.

Coba saya list, apa saja yang masih tersisa dari habit ini:

1. Saya masih tetap mengatur kamar saya dengan rapi, semua barang masih saya letakkan pada tempatnya, dengan posisi yang seragam, lurus (kalo belok ato mencong dikit aja saya ngeh loh)

2. Pakaian di lemari masih saya susun dengan aturan yang membuat teman-teman saya menggelengkan kepala mereka (katanya si saya kurang kerjaan banget, ngatur baju segitunya banget). Baju saya urutin sesuai warna, dari gelap ke terang, baik yang digantung maupun yang dilipat, dengan ukuran masing-masing. Well, call me perfectionist.

3. ...

4...

Humm.. Yang paling kentara sisa gitu doang yang masih bertahan sampai sekarang. Banyak kebiasaan yang makin lama makin pudar.

Coba saya list.

1. Dulu tiap pagi saya ga pernah absen beresin kamar, setelat apapun saya bangun. Kalo ga beresin kamar, rasanya itu berat banget ninggalin kamar. Sekarang?

2. Tiap ada tugas, mau itu jangka waktunya bentar ato lama, langsung saya kerjain saat itu juga, at least hari itu juga dan biasanya beres di hari itu juga. Dulu saya malah sering lupa kalo ada tugas, karna tugas liburan yang waktunya sebulan, langsung saya kerjain sebulan sebelumnya. Sekarang? Hemm.. Serba menunda, menunda, dan menunda. Ah, ntar aja, masih bisa besok, masih bisa lusa, sampai ga taunya udah hari H, dan bisa ditebak, tugas saya blom beres. Panik? Ya. Kapok? Nggak. Tetep aja gitu mulu. Nah ini dia nih, masalah terbesar saya sekarang.

3. Dulu, saya merasa, people can count on me dalam segala hal. Tapi sekarang, saya yang merasa sangat bergantung pada orang. Kalo ga disuruh, saya banyakan bingungnya mau ngapain. Padahal sebenernya bisa aja kalo mau lebih agresif dikit.

Perubahan-perubahan itu yang paling terasa saat ini. Padahal saya sudah cukup rajin membuat resolusi-resolusi. Di awal tahun, sebelum Ramadhan, ah sering lah ngebuatnya. Begitu saya cek lagi buku harian saya, humm.. masih banyak kotak yang unchecked daripada yang udah dicontreng. Miris, tapi gimana ya? Apalagi keadaan sekarang mengkondisikan saya untuk (seharusnya) lebih well-organized. Well, kali ini saya sudah membuat beberapa resolusi baru. Semoga saja (lagi-lagi) tidak hanya menjadi wacana.

Come on, yushiemoshie!!! Ganbatte!!!

Monday, September 13, 2010

Idul Fitri kali ini...

Lebaran kemarin Alhamdulillah bisa pulang ke rumah. Begitu ada pengumuman kalo Kamis itu cuti bersama di kantor, Rabu malam langsung cabs. Nyampe Balikpapan jam 10 malem, nontsop perjalanan ke Sangatta yang memakan waktu kurang lebih 7 jam. Nyampe rumah udah lewat waktu sahur, kangen-kangenan, dan unpacking oleh-oleh. Begitu saya ngeliat adik saya yang paling bungsu, kaget banget. Badannya dah segede babon, gede dan montok. Terakhir kali saya ketemu dia, penampilannya ga segitu. Langsung saya pasang ancang-ancang buat gigit pantat, ahaha. Saya ini memang sangat hobi sekali mengganggu ketenangan adik bungsu saya itu dengan menggigit pantatnya.

Hari Lebaran pertama, saya lebih banyak di rumah, menerima tamu-tamu saja. Malemnya saya dan teman-teman SMP berkunjung ke rumah guru Geografi saya di SMP dulu, Pak Abdullah. Alhamdulillah beliau masih sehat walafiat dan enerjik seperti dulu. Keesokan harinya barulah saya berkeliling-keliling ke rumah guru-guru yang lain dan beberapa teman-teman SMP.

Lebaran tahun ini topiknya adalah tentang "kapan nikah?". Hampir semua menanyakan hal yang sama. Pertanyaan pertama malah dari papi saya. Lagi asik ceceritaan soal kerjaan tiba-tiba beliau nanya, apakah saya udah punya temen spesial apa blom. Beliau memberi nasihat panjang lebar, pada intinya, ga penting mau sama orang mana, asalkan bisa jadi imam yang baik dan sayang sama keluarga. Alhamdulillah, orangtua saya sangat demokratis sekali.

Walo liburan Lebaran kmaren super duper singkat, hanya memanfaatkan waktu weekend tapi saya kembali ke Jakarta dengan perasaan bahagia yang meluap-luap. Masih pengen rasanya stay di sana tapi apalah daya, masih ada kerjaan yang menanti di sini.

Alhamdulillah, sudah sampai dengan selamat kembali di Jakarta. Lebih tepatnya, sudah duduk manis di depan PC kantor, hhh... Libur Lebaran yang cukup singkat Alhamdulillah terlewati dengan beragam kesenangan dan menghasilkan kebahagiaan luar biasa.

Minal Aidzin Wal Faidzin.
Mohon Maaf Lahir dan Batin, y'all.

Tuesday, September 7, 2010

Horeee, aku mudik, papiii...

Besok mudik, yayy!!!

Kantor udah sepi. Pengen cepet-cepet sore mulu dari kmaren. Dah ga sabar pengen cepet-cepet berada di rumah, di tengah keluarga. Sewaktu sahur tadi, adik saya yang paling kecil nelfon. Simple, cuma nanya oleh-oleh buat dia udah kebeli apa belom. Ga nanggung-nanggung, minta oleh-oleh laptop padahal ngetik aja blom ngerti. Yah, namanya juga anak-anak. Paling-paling kalo ga dibeliin juga, bakal ngamuk seharian, sampe bobo kecapean trus besoknya lagi dah lupa.

Persiapan mudik,
- tiket checked
- oleh-oleh checked
- duit angpau checked

Mudik, yayy..

Monday, September 6, 2010

#2 Flashback

Usia saya hampir seperempat abad. Udah bukan saatnya meratapi masalah berlarut-larut tanpa mau berusaha mencari solusinya. Dulu, entah jaman kapan itu, setiap ada masalah, saya selalu menganggap diri saya sebagai manusia yang paling menderita di dunia ini. Ya, i know, it’s human thing. Tapi, saya lebay. Ada satu kejadian dalam hidup saya yang bener-bener membuat hidup saya berubah drastis dalam sekejap. Sedetik sebelumnya saya adalah seorang Yusi yang A, B, C, dan D, tiba-tiba saja, dalam sekejap saya berubah menjadi Yusi yang berkebalikan dengan yang saya sebut di awal tadi. Waktu itu, saya ngerasa hidup saya ga ada gunanya, dan pada akhirnya saya sempat berpikir untuk ‘pergi saja dari dunia’ ini. Saya ga kuat menanggung beban itu, saya merasa sendiri, saya merasa sangat malang, you name it. Bodoh, tolol, idiot, stupid, itu kata orang-orang terdekat saya. Mereka bilang, jangan karena masalah itu, lantas saya harus menyerah. Masih banyak manusia lain yang masalahnya jauh lebih berat dari saya dan mereka tetap bertekad untuk survive. Sedangkan saya? Saya hampir menyerah. Tapi itulah gunanya teman, untuk selalu saling mengingatkan. Sampai detik ini, saya masih ga habis fikir, kok bisa-bisanya dulu itu saya menyerah dengan ‘gampang’, seakan-akan i’ve nothing to do anymore.

Berkaitan dengan hal itu, satu hal yang kemudian saya jadikan pedoman, bersyukur. Sering manusia lupa bahwa proses bersyukur itu besar efeknya. Hal sekecil apapun itu patut disyukuri. Biasanya manusia kalo udah terkena satu masalah, entah itu berat ato ringan, nikmat sebesar apapun lantas tenggelam di balik kekecewaan yang diluarbiasakan. Sama halnya ketika marah kepada seseorang, kita lupa akan kebaikan-kebaikan orang itu. Yang jelas nampak hanya semua kesalahannya. Padahal kalo kita mau berpikir lebih jernih, kesalahan yang orang itu perbuat hanya sepersekian besarnya dibandingkan kebaikan yang udah dia perbuat ke kita. I used to be one of this kind of person. Well, intinya saya hanya ingin lebih mengingatkan diri sendiri khususnya dan syukur-syukur orang-orang di sekitar saya untuk lebih mensyukuri apa yang udah diberikan oleh yang di Atas. Allah SWT udah menjamin rejeki setiap manusia, dan tergantung manusianya itu sendiri, seberapa besar usahanya untuk menjemput rejekinya tersebut. I do hope, we’ll get better each day, amiinn ya robbal alamiinn..

Dengan bersyukur ini juga, jadinya kalo lagi ketiban masalah, ga lantas blaming others, apalagi Yang di Atas, atas masalah yang kita alami. Selain itu, jadi nambah kekuatan juga, kalo seberat apapun masalah yang dihadapi, ga mungkin lebih berat dari kemampuan kita.

Well, puasa tinggal 3 hari lagi. Waktu berjalan sangat amat ga kerasa, tau-tau dah mau di penghujung Ramadhan aja. Mari kita tingkatkan lagi kualitas dan kuantitas ibadah kita. Mari mendulang lebih banyak lagi pahala di bulan suci ini. Amiinn ya robbal alamiinn..