Dari kecil, karena orangtua saya sangat suka mengkonsumsi berita dan waktu itu hanya ada 1 TV di rumah, jadilah para anak ngalah, kalo mau ikutan nonton, ya mau ga mau ikutan nonton berita. Sabar nunggu berita abis, baru deh abis itu rebutan remote antar anak, siapa yang sigap bisa ngeganti channel dengan tayangan favorit masing-masing.
Tapi, karena udah jadi kebiasaan, dari kecil udah haus akan berita. Saya juga lebih suka baca koran atau majalah orangtua (waktu itu orangtua saya berlangganan majalah Fakta) daripada majalah remaja saat itu. Ya tetep suka juga sih baca majalah, tapi lebih suka baca koran. Intinya, melek berita. Pada saat ada tagline berita berjudul 'Seorang kakek tua menggenjot anak di bawah umur', teman-teman saya taunya kakek itu lagi naik sepeda, tapi saya udah tau kalo arti kata menggenjot itu adalah melakukan perbuatan asusila *eh, ini sih, artinya menjadi dewasa lebih cepat, ya, hehehe*. Sampai kuliah juga masih begitu, tapi udah mulai imbang lah dengan berita-berita macam gosip selebriti, cerita-cerita di forum, dll.
Begitu udah kerja, udah jarang nonton *karena setahun pertama emang belum punya TV* dan konsumsi berita sebagian besar dari internet. Itu juga udah mulai bergeser dengan hobi blogwalking dan tentunya online shop yang menjamur di mana-mana.
Entah mulai sejak kapan pastinya, saya jadi meninggalkan rutinitas nonton berita sebelum berangkat ke kantor dan setelah pulang kantor. Praktis, TV di kosan cuma jadi pajangan aja, hampir ga pernah dinyalain. Konsumsi berita hanya saya dapatkan dari media sosial. Itupun hanya saya baca dan kemudian menggumam 'oh...' tanpa ada pemikiran lebih lanjut. Beda halnya dengan menonton langsung, pasti akan lebih nyantol di pikiran, bisa terngiang-ngiang dan kemudian memberikan efek dengan jangka lebih panjang.
Nah, akhir-akhir ini, saya mulai lagi merutinkan kebiasaan tersebut. Bangun pagi, nyalain TV, mandi, duduk anteng nyimak berita nyampe jam 6.30 trus berangkat ke kantor. Di kantor juga suka curi-curi baca berita apa aja. Pulang kantor, kalo ga malem-malem banget, nonton berita lagi. Tapi, tayangan berita-berita yang disajikan saat ini, hampir di semua stasiun TV, temanya ga jauh-jauh dari kriminalitas, korupsi, dan segala kemungkaran lainnya. Dari dulu emang udah sering ngeliat berita seperti itu, tapi saat ini kok meningkat sangat drastis. Apa hal itu cuma perasaan saya aja, ya? Atau emang kebetulan pas nontonnya ya pas berita seperti itu? Saya nyampe ganti-ganti channel, tapi tetep aja berita yang disajikan, sejenis itu-ituuu lagi. Demo, kasus penodongan, pembunuhan oleh saudara sekandung gara-gara hal sepele, pembuangan bayi tak berdosa, perampokan di angkutan umum. Astaghfirullah.. Barulah saya melek lagi dengan kondisi saat ini.
Media Twitter dan milis juga berperan besar dalam penyebaran topik-topik kriminal hangat yang sedang beredar di masyarakat. Suatu waktu saya membuka link di mana ada video seorang ibu yang memukul anaknya dengan berbagai macam benda dan parahnya direkam oleh seseorang yang hanya berkomentar, bukannya melerai dan menyelamatkan balita tersebut. Berita lainnya, seorang pengendara mobil terkena razia dini hari lalu dituduh sebagai pengguna narkoba. Sang pengemudi berulang kali menegaskan bahwa ia bukan pengguna, tetapi polisi menyodorkan bukti berupa narkoba yang ia akui ditemukan di dalam mobil si pengemudi pada saat penggeledahan. Ternyata kasus serupa emang udah marak terjadi. Ada lagi berita mengenai penjambretan yang kerap kali terjadi di Jl. Jend. Sudirman, Jakarta, di mana pelakunya merupakan komplotan dan menggunakan beragam modus untuk mengalihkan perhatian sang calon korban lalu mengambil harta benda korban dalam hitungan detik. Berikutnya, kasus penodongan di mana korbannya berjalan di malam hari di satu daerah yang diperkirakan cukup ramai, dimana pelakunya berjumlah lebih dari satu orang, meminta duit kepada korban, pada saat korban menolak, pisau pun ditodongkan sehingga membuat korban tak berdaya dan mengiyakan segala perintah pelakku. Daaan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang terjadi berulang kali sehingga benar-benar membuat resah masyarakat. Ya Tuhaann.. Banyak sekali kasus kejahatan yang terjadi di muka bumi ini.
Efek dari berbagai kasus kejahatan yang terjadi pada diri saya, yang paling nyata adalah saat ini saya merasa kehilangan keamanan bepergian seorang diri atau dengan menggunakan kendaraan umum. Padahal, rutinitas saya bekerja 5 hari seminggu (ditambah 2 hari kalo lagi khilaf pengen ngantor) memaksa saya untuk menggunakan kendaraan umum karena ga punya kendaraan pribadi. Dulu, setahun pertama bekerja, anggap saja saya beruntung karena belum tahu dengan berbagai macam modus kejahatan yang merajalela. Saya sering pulang selepas Maghrib, jalan kaki dari kantor di wilayah Sudirman ke daerah Karet, menyusuri jalan Sudirman melalui Halte busway Polda, menyeberang di Halte busway Komdak, memotong jalur ke Plaza Semanggi lanjut melalui Halte busway BenHil dan Karet, terus sampai kosan. Saat itu, mau rame ato sepi, saya tetap merasa aman-aman saja *sekali lagi, anggap saja saya beruntung.. Alhamdulillah..*
Saya juga beberapa kali pulang dari Plaza Semanggi ke Karet melewati jalan di belakang gedung StanChar dan terus ke Karet, beberapa kali sendiri, dan tetap merasa aman-aman saja. Naik Kopaja saat penumpang lagi sepi pun saya ga masalah, daripada nunggu nyampe penuh yang berarti mesti nunggu lebih lama.
Sekarang? Jangankan untuk pulang naik Kopaja, jalan sendiri di jembatan penyeberangan manapun itu bikin jantung saya deg-degan ga karuan. Mata saya awas melihat semua orang di sekitar saya, cenderung suudzon kepada siapa saja yang gerak-geriknya terlihat mencurigakan. Saya kehilangan rasa aman. Dalam pikiran saya, lebih baik tinggal lebih lama di kantor, nyicil kerjaan, dan pulang agak larut dengan taksi saat kondisi jalan udah ga begitu padat (menurut saya saat ini paling aman). Tapi, lagi-lagi, saya baca berita, bahkan armada taksi yang terkenal pun tercoreng dengan pemberitaan pemerkosaan terhadap penumpangnya. Astaghfirullah. Sebegitu mudahnya kah kejahatan itu dilakukan?
Mungkin ga semua orang menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sebegitu seriusnya, karena banyak hal yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Saya masih melihat beberapa orang dengan santainya mengeluarkan benda-benda berharga di tengah keramaian jalan atau di dalam angkutan umum. Saya juga masih melihat wanita berpakaian minim berjalan melintasi jembatan penyeberangan dan hanya memberi tatapan judes kepada pria-pria yang menggodanya. Semoga saja mereka memang benar-benar telah memikirkan tindakan preventif atau penyelamatan diri terhadap kejahatan yang bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja.
Semoga kebutuhan untuk merasa aman ini segera bisa terpenuhi.
Semoga, cepat atau lambat, keadaan kembali menjadi kondusif.
Andaikan rasa aman bisa dibeli...